Selasa, 11 Oktober 2016

SOSIOLOGI KELUARGA “BAHAN DAN SUMBER BELAJAR KELUARGA



SOSIOLOGI KELUARGA
“BAHAN DAN SUMBER BELAJAR KELUARGA”



 






Disusun Oleh Kelompok 6:

Anugrah
Nurhasanah
Rezki Isdianti
Nur Faidi
Hilda Nur Ainun
Rezki Maemunah
Muh. Ikhwal B




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Tahun 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Bahan dan Sumber Belajar Keluarga”. Makalah ini kami susun dengan harapan agar dapat menambah pengetahuan atau wawasan kita mengenai bahan dan sumber belajar keluarga.
Makalah ini merupakan hasil telaah dari beberapa referensi yang kami peroleh. Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan wacana kepada pembaca tentang bahan dan sumber belajar keluarga. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu kami mengucapakan banyak terima kasih.
Kami menyadari bahwa makalahini masih jauh dari kata sempurna. Demi kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah  ini bermanfaat.

Makassar,  mei 2016

                                                                                                 
                                                                                                       Kelompok 6

DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Proses belajar merupakan salah satu aspek yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia tidak hanya belajar itu dilakukan di sekolah tetapi proses belajar itu perlu dilakukan  pula di keluarga. Melalui proses belajar dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan kemampuan akademis dan psikologis setiap manusia dalam hidupnya. Keluarga pada hakekatnya mempunyai fungsi sebagai generasi penerus, yang dalam arti bahwa sesungguhnya setiap keluarga mempunyai keinginan untuk mempunyai anak dalam mempertahankan kelangsungan keturunan keluarga tersebut.
Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu. Keluarga menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan seseorang terbentuk.
Sebagai lembaga sosial terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari keluarga seorang anak mengalami proses  sosialisasi. Keluarga merupakan unit sosial pertama dan utama sebagai pondasi primer bagi perkembangan anak. Untuk itu baik buruknya keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Dalam keluarga, seorang anak belajar bersosialisasi, memahami, menghayati, dan merasakan segala aspek kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka acuan di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan.
Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Seperti yang kita ketahui saat ini begitu banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam lingkungan keluarga sehingga berujung pada perceraian, dan ada begitu banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut bisa terjadi antara lain yaitu, ketidakharmonisan dalam rumah tangga, suami-istri yang sering bertengkar, salah paham yang terjadi, masalah ekonomi, serta faktor “orang ke-tiga” seringkali menjadi penyebab terjadinya perceraian.
Oleh karena itu perlu ada yang namanya bahan dan sumber belajar keluarga agar dalam lingkungan keluarga kita dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam keluarga atau minimal memperkecil peluang munculnya permasalahan dalam keluarga. Karena dampak dari keluarga yang berantakan tidak hanya dialami oleh suami/isteri saja akan tetapi dampak paling besar dialami oleh anak-anak terutama psikologinya dan masa depan anak tersebut.

B.     Rumusan  Masalah

            Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah dalam makalah ini adalah, bagaimana bahan dan sumber belajar keluarga agar tercipta keluarga yang harmonis?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu, untuk mengetahu bahan dan sumber belajar keluarga.




BAB II
PEMBAHASAN
Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu tiap orang untuk belajar dan manampilkan kompetensinya. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (AECT 1994), Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar adalah segala sesuatu dan bagaimana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990: 83) menyebutkan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan oleh pebelajar agar terjadi prilaku belajar. Dalam proses belajar komponen sumber belajar dapat dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina  kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam masyaratakat. Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk petumbuhan atau perkembangan  anak menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak.
Keluarga adalah kelompok terkecil dari kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dari kelompok terkecil ini akan berkembang menjadi kumunitas masyarakat yang besar bahkan menjadi kelompok masyarakat yang dapat membentuk suatu Negara. Oleh sebab itu baik atau buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara sangat erat kaitannya dengan pembentukan keluarga yang baik dimana masing-masing anggota dalam keluarga tersebut memiliki kepribadian dan mentalitas yang baik. Bahan dan sumber belajar keluarga berasal dari berbagai sumber diantaranya sebagai berikuta:
1.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang pertama yaitu berasal dari anggota keluarga itu sendiri yaitu orang tua.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak  dan  mendidik anak dirumah; fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah. Pendapat yang dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah “Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” (Nasution:1986 : 1).
Seorang bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak untuk diurus danan dibina  oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa. orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya dapat dikemukakan sebagai berikut. (1). Melahirkan, (2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang.
Beberapa penelitian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti yang dikemukakan dalam majalah rumah tangga dan kesehatan bahwa “Orang tua berperan dalam menentukan hari depan anaknya. Secara   fisik supaya anak-anaknya bertumbuh sehat dan berpostur tubuh yang lebih baik, maka anak-anak harus diberi makanan yang bergizi dan seimbang. Secara mental anak-anak bertumbuh cerdas dan cemerlang, maka selain kelengkapan gizi perlu juga diberi motivasi belajar disertai sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan secara sosial suapaya anak-anak dapat mengembangkan jiwa sosial dan budi pekerti yang baik mereka harus di beri peluang untuk bergaul mengaktualisasikan diri, memupuk kepercayaan diri seluas-luasnya. Bila belum juga terpenuhi biasanya karena soal teknis seperti hambatan ekonomi atau kondisi sosial orang tua.“ (Sabri Alisuf : 1995 :24  )
Orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, orang tua yang tidak memenuhi tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu, akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak-anaknya. Terutama peran seorang ayah dan ibu adalah memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya. Sebagaimana dikemukakan, “Perkembangan jiwa dan sosial anak yang kadang-kadang berlangsung kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih sayang orang tua terhadap anaknya tidak dapat dimanifestasikan dengan menyediakan sandang, pangan, dan papan secukupnya. Anak-anak memerlukan perhatian dan pengertian supaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa.”(Depdikbud, 1993 : 12 ).
Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan beberapa hal yang perlu diberikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai mana diungkapkan sebagai berikut:
  1. Respek dan kebebasan pribadi.
  2. Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik.
  3. Hargai kemandiriannya.
  4. Diskusikan tentang berbagai masalah.
  5. Berikan rasa aman, kasih sayang, dan perhatian.
  6. Anak-anak lain perlu di mengerti.
  7. Beri contoh perkawinan yang bahagia.   (Ahmadi Abu, 1991 : 44)
Dari beberapa poin yang telah dikemukakan para ahli di atas dapat dipahami bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua dalam melakukan tugas serta peran mereka sebagai orang tua, yaitu harus respek terhadap gerak-gerik anaknya serta memberikan kebebasan pribadi dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ia miliki, orang tua dalam menjalani rumah tangga juga harus dapat menciptakan rumah tangga yang nyaman sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada anak-anaknya, orang tua harus memiliki sikap demokratis. Ia tidak boleh memaksakan kehendak sehingga anak akan menjadi korban, ia harus betul-betul mengerti, memahami, serta memberikan kasih sayang dan perhatian yang penuh. Orang tua yang tidak memenuhi peran dan tidak menjalankan tugas tugasnya seperti apa yang di jelaskan di atas, maka anak-anak hidupnya menjadi terlantar, ia akan mengalami kesulitan dalam menggali potensi  dan bakat yang ia miliki
Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan bahwa, “Orang tua perlu membina anak agar mau berprestasi secara optimal, karena kalau tidak berarti suatu penyia-nyiaan terhadap bakat-bakatnya. Pembinaan dilakukan dengan mendorong anak untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya. Ada pula orang tua, karena tingkat pendidikan mereka sendiri terbatas, karena acuh tak acuh atau karena kurang memperhatikan anak, pendidikan anak, tidak peka dalam pengamatan ciri-ciri kemampuan anaknya”.
Seorang anak sangat memerlukan bimbingan kedua orang tuanya dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ada pada diri anak tersebut. Dalam rangka menggali potensi dan mengembangkan bakat dalam diri anak maka seorang anak memerlukan pendidikan sejak dini
Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan, “Orang tua perlu menciptakan lingkungan rumah atau keluarga yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kehadiran anak-anak berbakat. Disamping itu perlu menyiapkan sarana lingkungan fisik yang memungkinkan anak mengembangkan bakatnya. Perlu sikap demokrasi juga dalam memberikan banyak larangan, dirangsang untuk menjadi mandiri dan percaya diri.” (Semiawan, 1990 : 31-55).
Peranan ibu bapa dalam usaha membentuk keluarga sakinah adalah amat penting. Ibu bapa perlu menjadi ‘role-model’ kepada anak-anak. Mereka harus sentiasa menunjukkan teladan yang baik untuk dicontohi oleh anak-anak. Ibu bapa perlu melengkapkan diri mereka dengan pengetahuan keibubapaan bagi memahami tanggungjawab besar yang terletak di atas bahu mereka dalam memastikan kebahagiaan keluarga mereka.
2.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang kedua yaitu dari sekolah
Dalam kurikulum Standar Nasional PKn untuk Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa visi PKn adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada pengembangan kemampuan individu sehingga menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab yang pada gilirannya mampu mendukung berkembangnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur.
Menurut Jarolimek (1990: 53-57) dalam buku Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama). Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.  Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:
a)      Religius, Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b)      Jujur, Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c)      Toleransi, Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d)     Disipli, Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e)      Kerja Keras, Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
f)       Kreatif, Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g)      Mandiri, Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h)      Demokratis, Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i)        Rasa Ingin Tahu, Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j)        Semangat Kebangsaan, Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k)      Cinta Tanah Air, Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
l)        Menghargai Prestasi, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
m)    Bersahabat / Komunikatif, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
n)      Cinta Damai, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
o)      Gemar Membaca, Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p)      Peduli Lingkungan, Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q)      Peduli Sosial, Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r)       Tanggung Jawab, Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan karakter memiliki peranan yang sangat penting karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
3.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang ketiga yaitu dari agama
Didikan agama dan moral yang sempurna dalam kalangan generasi muda juga dapat menyumbang ke arah pembentukan sebuah keluarga yang bahagia. Hal ini disebabkan, pegangan agama serta nilai moral yang kuat dapat membentuk nilai sosial yang tinggi di kalangan generasi muda. Kualiti ini akan melahirkan ibu dan bapa yang bertanggung jawab serta dapat memikul tugas membangunkan rumah tangga dengan efektif. Golongan yang berpendidikan agama ini akan mampu mewujudkan persepahaman dan perasaan tolak ansur sesama suami isteri. Kesabaran kerana iman yang tebal juga akan mengelakkan keluarga daripada bercerai-berai disebabkan alasan yang kadangkala tidak munasabah. Sebagai ibu dan bapa, kita perlu memberi didikan agama yang kukuh serta menerapkan nilai-nilai akhlak dan moral dalam kalangan anak-anak. Anak-anak yang sopan akan menghormati orang tua mereka serta saling bekerjasama sesama adik beradik.
Dalam upaya membentuk keluarga bahagia, sehat dan sejahtera, peranan agama menjadi sangat penting. Islam sebagai agama yang kita yakini adalah agama yang sempurna, ajarannya mengatur dan menyentuh segala aspek kehidupan manusia, baik dalam kaitan hubungan manusia kepada Allah sang pencipta, hubungan manusia kepada sesama manusia maupun hubungan manusia kepada alam lingkungannya, termasuk dalam hal kehidupan berkeluarga ajaran Islam memberikan tuntunan bagaimana seharusnya menjalankan kehidupan dalam keluarga sehingga keluarga yang dibina menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Untuk itu Islam mengajarkan kepada masing-masing anggota keluarga memiliki hak dan tanggung jawab.
Suami sebagai kepala keluarga memiliki hak dan tanggung jawab, Isteri sebagai pendamping suami juga memiliki hak dan tanggung jawab, demikian pula anak-anak dan anggota keluarga lainnya memiliki hak dan tanggung jawab, apabila masing-masing anggota keluarga dapat menjalankan tanggung jawabnya maka dapat diyakini kehidupan keluarga tersebut akan sampai kepada pelabuhan Sakinah, Mawaddah dan Rahmah yang sasarannya tidak lain adalah memperoleh kebahagiaan.
Berbicara masalah pembinaan keluarga tentu semua kita selalu mendambakan rumah tangga yang bahagia, rumah tangga yang didalamnya terasa ketenangan dan kedamaian. Bila rumah tangga yang seperti ini yang kita dambakan, adakah yang bisa kita jadikan acuan sebagai teladan dalam mengharungi kehidupan berkeluarga?
Tentu dalam hal ini Rasulullah adalah sosok yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membina keluarga yang sendi-sendinya adalah didasari dengan pengamalan ajaran agama. Suatu hal yang sangat menarik dari ungkapan Rasul dalam kehidupan rumah tangganya adalah “Rumahku adalah Surga untukku “. Kenapa Rasul sanggup menyatakan demikian? Jawabannya tidak lain adalah bahwa Rasul mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dalamnya. Pertanyaannya selanjutnya, Kenapa Rasul memperoleh ketenangan dan kebahagian di dalamnya? Jawabannya adalah karena di dalam kehidupan keluarga Nabi Muhammad terdapat faktor-faktor untuk itu. Sekurang-kurangnya ada tiga faktor yang harus ada dalam membina kehidupan keluarga:
Pertama: Ada cinta dan kasih sayang, Dalam kehidupan berkeluarga, disana harus ada cinta dan kasih sayang yang tulus. Seorang suami harus mencintai Isteri dan anak-anaknya, demikian juga Isteri harus mencintai suami dan anak-anaknya, anak-anak juga harus mencintai ayah dan ibunya. Apabila masing-masing anggota keluarga saling mencintai maka kedamaian akan selalu terasa dalam keluarga tersebut, sehingga yang akan terjadi adalah, suami selalu rindu kepada Isteri dan anak-anaknya manakala beberapa jam tidak bertemu, demikian pula sebaliknya Isteri juga selalu rindu dengan suami dan anak-anaknya bila beberapa saat tidak bertemu, dan seterusnya anak-anak juga demikian, selalu merasa rindu bila tidak bertemu dengan orang tuanya. Bila hal ini sudah tercipta maka dapat disimpulkan bahwa rumah mereka adalah sebagai muara kasih sayang, tempat pertemuan dan tempat berkumpul keluarga dan tidak akan pernah jenuh pada saat berada di rumah, karena di dalamnya pasti ada canda dan tawa yang selalu menghiasi kehidupan keluarga tersebut, semua itu tentu didasari dengan cinta dan kasih sayang yang terjalin antara sesama keluarga.
Penomena yang banyak terjadi dewasa ini adalah banyak anggota keluarga yang tidak betah tinggal di rumah, yang masing-masing anggota keluarga mencari pola kehidupan sendiri-sendiri dan mencari kesenangan di luar rumah, hal tersebut terjadi dengan berbagai faktor diantaranya mungkin disana tidak didapatkan kasih sayang. Bila sudah demikian jadilah rumah tangga tersebut kandas diperjalanan sebelum sampai ke tempat tujuan yang dicapai. Untuk itu Islam mengajarkan agar di rumah tersebut terjalin cinta dan kasih sayang, dan hal seperti itulah yang terjadi dalam lingkungan keluarga Rasulullah, dimana Rasul memberikan cinta dan kasih sayang kepada Isteri dan anak-anaknya bahkan kepada cucunya tercinta Hasan dan Husain. Demikian pula sebaliknya mereka juga sangat mencintai Nabi Muhammad saw.
Kedua : Pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama, Masing-masing anggota keluarga tidak boleh melupakan tentang kewajibannya menjalankan ajaran agama yang diyakini, dalam hal ini adalah ajaran Islam, sebab orang-orang yang selalu melaksanakan amal ibadah kepada Allah, Insya Allah akan mendapat ketenangan batin dan mendapat kemudahan dalam mengatasi  problem-problem kehidupan.
Orang yang rajin melakukan ibadah akan terbuka pintu hatinya untuk memahami makna hidup yang sesungguhnya, sehingga dia sadar bahwa hidup ini adalah ujian, sehingga andai dia tergolong orang yang sukses dan bergelimang dengan harta kekayaan, dia sadar bahwa dia sedang diuji Allah dengan kekayaan tersebut. Andai dia tergolong orang yang susah dan miskin, dia juga sadar bahwa dia sedang diuji Allah dengan kesusahan tersebut. Hanya sebagai seorang Muslim bagaimana kita menyikapi ujian tersebut, atau dengan kata lain andai kita diuji Allah dengan berbagai kekayaan dan fasilitas hidup yang cukup, mampukah kita bersyukur seperti syukurnya nabi Sulaiman. Namun di sisi lain andai kita diuji oleh Allah dengan berbagai kesusahan mampukah kita menyikapinya dengan bersabar seperti sabarnya nabi Ayyub. Bila sikap hidup seperti ini sudah dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga dalam kehidupan rumah tangga maka dapat diyakini anggota keluarga tersebut akan memperoleh ketenangan, sebab itulah peranan agama sangat menentukan dalam pembentukan keluarga.
Ketiga: Saling menghargai, Anggota keluarga terdiri dari Suami, Isteri dan anak-anak, dalam kehidupan berkeluarga masing-masing memiliki tanggung jawab. Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut tentu kita sebagai manusia memiliki kekurangan, terhadap kekurangan tersebut hendaknya masing-masing anggota keluarga dapat memakluminya dan hendaknya saling menutupi, kelemahan suami hendaknya dimaklumi sang Isteri dan dia berusaha untuk menutupinya, jerih payah yang sudah dilakukan oleh suami untuk kepentingan keluarga hendaknya selalu dihargai Isteri, demikian pula sebaliknya kelemahan sang Isteri hendaknya dimaklumi oleh suami dan dia juga berusaha untuk menutupinya, jerih payah yang dilakukan oleh si Isteri juga dihargai oleh suami, demikianlah seterusnya, sebab manusia tidak ada yang sempurna. Apabila sikap saling menghargai dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga maka disana akan ada kedamaian, disana akan ada kebahagian dan disana akan ada ketenangan.
Di atas telah dikemukakan bahwa anggota rumah tangga adalah terdiri dari Suami/Ayah, Isteri/ Ibu dan anak-anak. Anak-anak adalah cikal bakal penerus generasi yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan agama, bangsa dan Negara. Perkembangan kepribadian mereka sangat erat kaitannya dengan pola pendidikan agama yang ditanamkan sejak dini oleh kedua orang tuanya. Oleh sebab itu perhatian kita terhadap pendidikan anak-anak terutama pendidikan agama tidak boleh diabaikan. Rasul menyatakan dalam sabdanya.  Artinya : “ setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikan dia menjadi Majusi, menjadi Nasrani dan menjadi Yahudi “.
Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan agama kepada anaknya sejak dini agar kelak anak yang dilahirkan menjadi anak-anak yang shaleh dan shalehah, menjadi cahaya mata-belahan jiwa. Dalam melaksanakan tanggung jawab kita untuk memberikan pendidikan agama kepada anak-anak, agaknya pola pendidikan yang diterapkan Luqman dapat dijadikan sebagai acuan.
Pendidikan dasar agama yang harus diterapkan setiap orang tua kepada anak-anaknya dapat mengacu kepada seorang tokoh pendidikan yang namanya diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, beliau adalah Luqman Al-Hakim. Siapa sebenarnya Lukman Al-Hakim?. Banyak riwayat yang mengemukakan tentang pribadi Luqman, diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Ibnu Ishak, bahwa dia adalah Luqman Bin Ba’ura bin Nahur bin Tariha, yang hidup dimasa Nabi Ibrahim as, tapi ada yang mengatakan dia hidup dimasa Nabi Ayyub as. Luqman Al-Hakim bukan seorang Nabi dan Rasul tapi dia adalah seorang ahli hikmah yang kata-katanya penuh dengan hikmah dan nasihat terutama nasihat-nasihat yang selalu disampaikan kepada anak-anaknya. Sebagian nasihat Luqman tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan sebagian terdapat di dalam riwayat-riwayat yang ada. Pola pendidikan yang ditanamkan Luqman kepada anaknya mencakup empat pundamen dasar, yaitu :
Pertama: Menanamkan akidah / Keimanan yang kokoh kepada anaknya, agar tidak berbuat syirik kepada Allah, hal ini tergambar melalui nasihat Luqman yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13: Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang   besar ".Iman adalah merupakan pundamen dasar dalam kehidupan beragama seseorang, bila imannya kepada Allah sudah kokoh maka dapat diyakini agama seseorang akan baik bahkan keimanannya tersebut yang akan memberikan dorongan kepadanya untuk selalu menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepada perintah Allah swt.
Kedua : Menanamkan kesadaran bahwa perbuatannya senantiasa diketahui oleh Allah. Hal ini tergambar melalui firman Allah pada surat Luqman ayat 16 : Artinya : (Luqman berkata): " Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui “. Kesadaran seperti ini perlu dalam kehidupan seseorang sebab dengan kesadaran tersebut seseorang akan selalu merasakan bahwa Allah selalu dekat dengannya, dengan demikian kehidupannya akan selalu menunjukkan sikap berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena dia selalu merasa diawasi oleh Allah swt.
Ketiga : Menanamkan kepada anaknya agar selalu melakukan ibadah dan melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar. Nasihat Luqman ini juga tercantum pada surat Luqman ayat 17: Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)   ( Q. S. Luqman :  17 ). Melakukan ibadah adalah merupakan ciri dari seseorang yang menunjukkan sikap patuhnya terhadap ajaran agama yang dia yakini, dalam hal ini adalah ajaran agama Islam. Begitu juga dalam melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar adalah merupakan usaha dalam perjuangan menagakkan agama Allah, sebaliknya dalam melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar  tentu akan banyak mengalami rintangan dan dalam menghadapi rintangan tersebut dituntut  agar kita bersabar.
Ke-empat: Menanamkan Akhlak yang mulia, Akhlak yang mulia adalah merupakan hiasan hidup bagi manusia, dia akan hidup terpuji apabila memiliki akhlak yang mulia. Setinggi apaun jabatan seseorang, sebanyak apapun kekayaannya dan setinggi apapun ilmu pengetahuannya bila tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia dia tidak akan mendapat kemuliaan yang sesungguhnya. Nasihat Luqman yang berkaitan dengan akhlak ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Luqman ayat 18 – 19: Artinya : “ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai “. Empat pundamen sebagai pola pendidikan dasar yang ditanamkan Luqman Al-Hakim kepada anaknya adalah merupakan hal yang sangat mendasar dan akan membawa pengaruh dalam perilaku hidup bagi seorang anak terhadap perkembangan kehidupannya dimasa yang akan datang.
Nasihat Luqman terhadap anaknya seperti yang telah dikemukakan di atas adalah merupakan nasihat-nasihat Luqman yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, sementara nasihatnya yang lain banyak ditemukan dalam berbagai kitab, diantaranya nasihat-nasihat Luqman yang termuat dalam kitab “ Luqman Al-Hakim dan hikmat-hikmatnya “. Diantara nasihat yang sangat menarik dalam kitab tersebut antara lain adalah: Artinya :   “ Hai anakku, sesungguhnya dunia ini tidak obahnya seperti lautan dalam yang banyak orang tenggelam di sana, maka gunakanlah iman sebagai bahtera untuk mengharunginya, berisikan takwa dan berlayarkan tawakkal. Semoga kamu selamat, tapi aku sendiri sangsi ( pesimis ) akan keselamatanmu ”.
Kata-kata Luqman yang berisikan mutiara hikmah dan nasihat tersebut sungguh sangat mendasar sekali sebagai bekal dalam kehidupan, yaitu hidup di dunia diibaratkan seperti orang yang sedang mengharungi lautan yang sangat dalam, yang tidak pernah luput dari terpaan ombak dan badai, tentunya perlu perahu yang kokoh dan sanggup menahan hantaman ombak dan badai, punya muatan dan bekal yang cukup agar sampai keseberang dan harus punya layar terkembang yang akan memudahkan untuk mengarahkan perahu agar bisa selamat ke tempat tujuan.
Bila hidup ini diibaratkan seperti mengharungi lautan yang sangat dalam maka seseoramg yang hidup di dunia ini tentu memerlukan perahu yang akan menyelamatkannya, dan perahu yang dimaksud adalah iman. Sebab seseorang yang sudah beriman kepada Allah, jalan kehidupan yang ditempuhnya akan selalu menuju kepada nilai-nilai kebaikan karena imannya yang selalu mendorongnya untuk melakukan kebaikan. Setelah memiliki iman sebagai perahu maka perahu itupun harus diisi dengan muatan sebagai bekal, dan bekal tersebut adalah perilaku takwa dan setelah itu harus memiliki layar yang mampu mengarahkan perahu tersebut mencapai tempat tujuan dan layar tersebut adalah tawakkal kepada Allah swt.
Pola pendidikan yang telah dicontohkan oleh Luqman seperti yang telah diuraikan di atas kiranya dapat menjadi pedoman bagi ummat Islam dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terutama dalam pendidikan agama, sehingga anak-anak yang merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada orang tuanya dapat menjalani kehidupan dengan dasar pengenalan agama yang dilandasi dengan iman dan takwa kepada Allah serta dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dengan demikian anak tersebut benar-benar menjadi cahaya mata dan belahan jiwa serta menjadi anak-anak yang dapat dibanggakan orang tuanya bahkan berguna bagi agama, bangsa dan negara. Anak-anak yang seperti ini juga dapat menjadi faktor mendapatkan kebahagian dalam kehidupan berumah tangga.
Didalam ajaran hindupun diajarkan Setiap anggota keluarga, terutama orang tua dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan Dharma atau agama, sehingga dengan demikian setiap anggota keluarga memiliki sifat dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia, yang sangat diperlukan baik dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam bermasyarakat. Untuk itu, orang tua sangat perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi setiap anggota keluarga dan khususnya bagi anak-anak, karena hal itu sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadian mereka. Oleh sebab itu pendidikan agama perlu ditanamkan sedini mungkin terhadap anak-anak. Dalam hal ini orang tua berkewajiban memberikan bimbingan dan contoh-contoh kongkrit, sebagai suri teladan dalam pelaksanaan dan pengamalan ajaran agama, sehingga mereka (anak-anak) benar-benar dapat diharapkan menjadi orang yang beragama, dapat hidup tentram dan bahagia yang dilandasi dengan sraddha dan bhakti (keimanan dan ketaqwaan) kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi orang tua (suami dan istri), agama merupakan benteng yang amat kokoh terhadap berbagai ancaman, yang dapat merapuhkan dan meruntuhkan kehidupan keluarga. Bagi mereka, agama berperan sebagai sumber pendorong dan tempat untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, bagi suami istri agar betul-betul berpegang kepada ajaran agama dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mampu dan mau melaksanakan ajaran agama tersebut, baik dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam bermasyarakat, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka Upaya ke arah itu sangat perlu diwujudkan untuk kelangsungan keutuhan dan kekekalan keluarga serta dijauhkan dari segala bentuk pertentangan dan perceraian.


4.      Bahan dan Sumber belajar keluarga yang keempat yaitu dari pengalaman
Salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk pembelajaran dalam keluarga adalah metode belajar pengalaman (experiential learning). Menurut Lunandi (1993) metode pembelajaran dengan eksperiensial (dengan jalan mengalami), juga dikenal sebagai “pendekatan laboratories” memiliki manfaat sangat besar dalam pendidikan orang dewasa yang bertujuan meningkatkan ketrampilan dalam hubungan antar manusia, perubahan perilaku, dan kerja sama dalam organisasi. Belajar dari pengalaman buatan  ini dianggap efektif apabila anak-anak menjalani proses menurut lingkaran yang disebut The Experiential Learning Cycle. Proses belajar yang didasarkan atas pengalaman terjadi menurut suatu pola yang bermula dari sebuah pengalaman, lalu berlanjut pada perenungan dan analisa mengenai makna pengalaman itu dan mengenai kelanjutannya. Dalam experiential learning, pengalaman diciptakan dalam suatu situasi belajar. Melalui pengalaman ini akan memberi orang pelajaran dan bahwa belajar dari pengalaman atau arti suatu pengalaman bergantung dari pengolahan oleh orang yang mengalami itu sendiri. Melalui proses pembelajaran yang difasiltasi oleh fasilitator pembelajaran yang profesional , orang itu akan menemukan sendiri pelajaran yang dapat ditarik dari pengalamannya .
Afiatin (2001) menyatakan bahwa model belajar pengalaman (experiential learning) memungkinkan individu memperoleh informasi yang melibatkan asosiasi berbagai indra, mengandung konteks emosional, asosiasi yang intens serta menggunakan modalitas belajar yang kaya, yaitu secara visual, auditorial, dan kinestetik.      Belajar pengalaman dalam keluarga dapat diterapkan bagi semua anggota keluarga melalui kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk memberikan kemampuan berdisiplin dan bertanggung jawab, anggota keluarga dapat memilih sendiri pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaan tugas tersebut anggota keluarga memonitor sendiri pelaksanaannya serta mendapatkan umpan balik dari anggota keluarga yang lain. Misalnya, kakak memilih untuk tugas menyiram pot bunga maka ibu, bapak, dan adik dapat memberikan umpan balik atas kinerja kakak. Demikian juga untuk penanaman kebiasaan baik, misalnya: kejujuran, kerja keras, suka menolong, dilakukan melalui keteladan nyata dan umpan balik bersama seluruh anggota keluarga.
5.      Bahan dan sumber belajar keluarga selanjutnya yaitu dari buku dan teknologi informasi (internet)
Adanya perkembangan industri yang cepat, pada akhirnya dapat diproduksi peralatan dan bahan yang jumlahnya besar. Dengan diketemukannya alat cetak, maka lahirlah sumber belajar baru yang berbentuk cetak lainnya yang belum pernah ada sebelumnya. Buku merupakan sumber belajar yang mudah untuk kita peroleh karena sudah muncul berbagai buki yang membahas mengenai keluarga.
Internet juga merupakan sumber belajar yang cepat di zaman modern sekarang ini, Dengan adanya internet ini dunia menjadi terasa tanpa batas ruang dan waktu. Dengan adanya internet ini segala bentuk informasi menjadi semakin terbuka.  Apa yang baru saja terjadi di berbagai belahan dunia dapat diketahui dengan cepat di belahan dunia yang lain. Sejalan dengan perkembangan internet, telah banyak aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, seperti e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learning dan lainnya. Melalui internet kita bisa belajar dengan membuka berbagai artikel yang telah menyediakan berbagai informasi pembelajaran yang kita inginkan dalam hal ini yaitu pembelajaran keluarga, agar tercipta keluarga yang behagia dan harmonis.
6.      Bahan dan sumber belajar yang terakhir yaitu dari lingkungan masyarakat
Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Memanfaatkan lingkungan sekitar kita dengan membawa anak khususnya anak usia dini untuk mengamati lingkungan akan menambah keseimbangan dalam kegiatan belajar. Artinya belajar tidak hanya terjadi di ruangan kelas dan dalam rumah, namun juga di luar ruangan kelas atau luar rumah. Dalam hal ini lingkungan sebagai sumber belajar, sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial, dan budaya, perkembangan emosional serta intelektual anak. Perkembangan Fisik Lingkungan sangat berperan dalam merangsang pertumbuhan fisik anak, untuk mengembangkan otot-ototnya. Anak memiliki kesempatan yang alami untuk berlari-lari, melompat, berkejar-kejaran dengan temannya dan menggerakkan tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas. Kegiatan ini sangat alami dan sangat bermanfaat dalam mengembangkan aspek fisik anak. Dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajarnya, anak menjadi tahu bagaimana tubuh mereka bekerja dan merasakan bagaimana rasanya pada saat mereka memanjat pohon tertentu, berayun-ayun, merangkak melalui sebuah terowongan atau berguling di dedaunan. Perkembangan aspek keterampilan sosial.
Lingkungan secara alami mendorong anak untuk berinteraksi dengan anak-anak yang lain bahkan dengan orang-orang dewasa. Pada saat anak mengamati objek-objek tertentu yang ada di lingkungan pasti dia ingin menceritakan hasil penemuannya dengan yang lain. Supaya penemuannya diketahui oleh teman-temannya, anak tersebut mencoba mendekati anak yang lain sehinga terjadilah proses interaksi/hubungan yang harmonis. Anak-anak dapat membangun keterampilan sosialnya ketika mereka membuat perjanjian dengan teman-temannya untuk bergantian dalam menggunakan alat-alat tertentu pada saat mereka memainkan objek-objek yang ada di lingkungan tertentu. Melalui kegiatan seperti ini anak berteman dan saling menikmati suasana yang santai dan menyenangkan. Perkembangan aspek emosi Lingkungan pada umumnya memberikan tantangan untuk dilalui oleh anak. Pemanfaatannya akan memungkinkannya untuk mengembangkan rasa percaya diri yang positif. Misalnya bila anak diajak ke sebuah taman yang terdapat beberapa pohon yang memungkinkan untuk mereka panjat. Dengan memanjat pohon tersebut, anak dapat mengembangkan aspek keberaniannya sebagai bagian dari pengembangan aspek emosinya. Perkembangan intelektual Anak belajar melalui interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan kepada orang tua kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti warna, angka, bentuk dan ukuran. Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan konsep-konsep tertentu (warna, jumlah, bentuk, fungsi dll) secara alami. Konsep warna yang diketahui dan dipahami anak di rumah, tentunya akan semakin nyata apabila orang tua mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara nyata yang ada pada lingkungan sekitar.
Pemanfaatan lingkungan menjadikan aktivitas belajar anak yang lebih meningkat. Begitu banyaknya nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan anak bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan jiwa inovatif dari para orang tua untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan merupakan sumber belajar yang kaya dan menarik untuk anak.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk petumbuhan atau perkembangan  anak menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak. . Bahan dan sumber belajar keluarga berasal dari berbagai sumber diantaranya sebagai berikuta:
1.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang pertama yaitu berasal dari anggota keluarga itu sendiri yaitu orang tua.
2.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang kedua yaitu dari sekolah
3.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang ketiga yaitu dari agama
4.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang keempat yaitu dari pengalaman
5.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang kelima yaitu dari buku dan teknologi internet
6.      Bahan dan sumber belajar keluarga yang keenam yaitu dari lingkungan masyarakat





DAFTAR PUSTAKA

Abusana Tanjung .2016.http: //infomediakita .blogspot .co.id/2010/04/ makalah-pengaruh-peran-orang-tua.html(diakses pada jumat 13/5/2016 jam 09.40)
Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti.2010.http://akmal-muballigh. blogspot. Co .id /2010/12/peranan-agama-dalam-membentuk-keluarga.html (diakses pada jumat 13/5/2016 jam 09.30)
Nastiti Linda Fatmawati .2012. http:// nalfamigi .blogspot. co.id/2012/10/ sumbangan-pkn-terhadap-pendidikan.html(diakses pada jumat 13/5/2016 jam 10.05)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar