SOSIOLOGI
KELUARGA
“BAHAN
DAN SUMBER BELAJAR KELUARGA”
Disusun
Oleh Kelompok 6:
Anugrah
Nurhasanah
Rezki Isdianti
Nur Faidi
Hilda Nur Ainun
Rezki Maemunah
Muh. Ikhwal B
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
Tahun
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Bahan dan Sumber Belajar Keluarga”. Makalah
ini kami
susun dengan harapan agar dapat menambah pengetahuan atau wawasan kita
mengenai bahan dan sumber belajar keluarga.
Makalah ini merupakan hasil telaah dari
beberapa referensi yang kami peroleh. Tujuan umum pembuatan makalah
ini adalah untuk memberikan wacana kepada pembaca tentang bahan dan sumber belajar keluarga. Penyusunan makalah
ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu kami mengucapakan banyak
terima kasih.
Kami menyadari bahwa makalahini
masih jauh dari kata sempurna. Demi kesempurnaan makalah ini
kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat.
Makassar, mei 2016
Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses
belajar merupakan salah satu aspek yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
manusia tidak hanya belajar itu dilakukan di sekolah tetapi proses belajar itu
perlu dilakukan pula di keluarga.
Melalui proses belajar dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan kemampuan
akademis dan psikologis setiap manusia dalam hidupnya. Keluarga
pada hakekatnya mempunyai fungsi sebagai generasi penerus, yang dalam arti
bahwa sesungguhnya setiap keluarga mempunyai keinginan untuk mempunyai anak
dalam mempertahankan kelangsungan keturunan keluarga tersebut.
Keluarga sebagai lembaga sosial
terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu.
Keluarga menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan
seseorang terbentuk.
Sebagai lembaga sosial terkecil,
keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari
keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi. Keluarga merupakan
unit sosial pertama dan utama sebagai pondasi primer bagi perkembangan anak.
Untuk itu baik buruknya keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian anak.
Dalam keluarga, seorang anak belajar
bersosialisasi, memahami, menghayati, dan merasakan segala aspek kehidupan yang
tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka acuan
di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan.
Peran keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku interpersonal, sifat kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Seperti yang kita ketahui saat ini
begitu banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam lingkungan keluarga
sehingga berujung pada perceraian, dan ada begitu banyak faktor yang mempengaruhi
hal tersebut bisa terjadi antara lain yaitu, ketidakharmonisan
dalam rumah tangga, suami-istri yang sering bertengkar, salah paham yang
terjadi, masalah ekonomi, serta faktor “orang ke-tiga” seringkali menjadi
penyebab terjadinya perceraian.
Oleh karena itu perlu
ada yang namanya bahan dan sumber belajar keluarga agar dalam lingkungan
keluarga kita dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
keluarga atau minimal memperkecil peluang munculnya permasalahan dalam
keluarga. Karena dampak dari keluarga yang berantakan tidak hanya dialami oleh
suami/isteri saja akan tetapi dampak paling besar dialami oleh anak-anak
terutama psikologinya dan masa depan anak tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka, rumusan masalah dalam makalah ini adalah,
bagaimana bahan dan sumber belajar keluarga agar tercipta keluarga yang
harmonis?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu, untuk mengetahu bahan dan sumber belajar keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber belajar mencakup
apa saja yang dapat digunakan untuk membantu tiap orang untuk belajar dan
manampilkan kompetensinya. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan latar (AECT 1994), Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar
adalah segala sesuatu dan bagaimana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng
(1990: 83) menyebutkan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat
dipergunakan oleh pebelajar agar terjadi prilaku belajar. Dalam proses belajar
komponen sumber belajar dapat dimanfaatkan secara tunggal atau secara
kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang
dimanfaatkan. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina
kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam
masyaratakat. Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik,
sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk petumbuhan
atau perkembangan anak menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan
bijak.
Keluarga adalah
kelompok terkecil dari kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dari kelompok
terkecil ini akan berkembang menjadi kumunitas masyarakat yang besar bahkan
menjadi kelompok masyarakat yang dapat membentuk suatu Negara. Oleh sebab itu
baik atau buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara sangat erat kaitannya
dengan pembentukan keluarga yang baik dimana masing-masing anggota dalam
keluarga tersebut memiliki kepribadian dan mentalitas yang baik. Bahan dan
sumber belajar keluarga berasal dari berbagai sumber diantaranya sebagai
berikuta:
1.
Bahan
dan sumber belajar keluarga yang pertama yaitu berasal dari anggota keluarga
itu sendiri yaitu orang tua.
Orang
tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai
lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses
pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi
anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama,
karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan
yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah
(1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga
sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah; fungsi
keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah. Pendapat yang
dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah “Orang tua adalah setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” (Nasution:1986 : 1).
Seorang
bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang
penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki
hak untuk diurus danan dibina oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa. orang
tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari
segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat
mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang
sesuai dengan tujuan hidup manusia.
Setiap
orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas dan
peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya
dapat dikemukakan sebagai berikut. (1). Melahirkan, (2). Mengasuh, (3).
Membesarkan, (4). Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta menanamkan
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu juga harus mampu
mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan mampu
mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih
sayang.
Beberapa
penelitian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti yang dikemukakan dalam
majalah rumah tangga dan kesehatan bahwa “Orang tua berperan dalam menentukan
hari depan anaknya. Secara fisik supaya anak-anaknya bertumbuh
sehat dan berpostur tubuh yang lebih baik, maka anak-anak harus diberi makanan
yang bergizi dan seimbang. Secara mental anak-anak bertumbuh cerdas dan
cemerlang, maka selain kelengkapan gizi perlu juga diberi motivasi belajar
disertai sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan secara sosial suapaya
anak-anak dapat mengembangkan jiwa sosial dan budi pekerti yang baik mereka
harus di beri peluang untuk bergaul mengaktualisasikan diri, memupuk
kepercayaan diri seluas-luasnya. Bila belum juga terpenuhi biasanya karena soal
teknis seperti hambatan ekonomi atau kondisi sosial orang tua.“ (Sabri Alisuf :
1995 :24 )
Orang
tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, orang tua yang tidak memenuhi
tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu, akan sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidup anak-anaknya. Terutama peran seorang ayah dan ibu adalah
memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya. Sebagaimana
dikemukakan, “Perkembangan jiwa dan sosial anak yang kadang-kadang berlangsung
kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih sayang
orang tua terhadap anaknya tidak dapat dimanifestasikan dengan menyediakan
sandang, pangan, dan papan secukupnya. Anak-anak memerlukan perhatian dan
pengertian supaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa.”(Depdikbud, 1993
: 12 ).
Dalam
berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan beberapa hal yang perlu diberikan
oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai mana diungkapkan sebagai berikut:
- Respek dan kebebasan pribadi.
- Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik.
- Hargai kemandiriannya.
- Diskusikan tentang berbagai masalah.
- Berikan rasa aman, kasih sayang, dan perhatian.
- Anak-anak lain perlu di mengerti.
- Beri contoh perkawinan yang bahagia. (Ahmadi Abu, 1991 : 44)
Dari beberapa poin yang telah dikemukakan para ahli di atas dapat dipahami
bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua dalam melakukan tugas
serta peran mereka sebagai orang tua, yaitu harus respek terhadap gerak-gerik
anaknya serta memberikan kebebasan pribadi dalam mengembangkan bakat serta
menggali potensi yang ia miliki, orang tua dalam menjalani rumah tangga juga
harus dapat menciptakan rumah tangga yang nyaman sehingga dapat memberikan rasa
aman dan nyaman pada anak-anaknya, orang tua harus memiliki sikap demokratis.
Ia tidak boleh memaksakan kehendak sehingga anak akan menjadi korban, ia harus
betul-betul mengerti, memahami, serta memberikan kasih sayang dan perhatian
yang penuh. Orang tua yang tidak memenuhi peran dan tidak menjalankan tugas
tugasnya seperti apa yang di jelaskan di atas, maka anak-anak hidupnya menjadi
terlantar, ia akan mengalami kesulitan dalam menggali potensi dan bakat
yang ia miliki
Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan bahwa, “Orang tua perlu membina
anak agar mau berprestasi secara optimal, karena kalau tidak berarti suatu
penyia-nyiaan terhadap bakat-bakatnya. Pembinaan dilakukan dengan mendorong
anak untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya. Ada pula orang
tua, karena tingkat pendidikan mereka sendiri terbatas, karena acuh tak acuh
atau karena kurang memperhatikan anak, pendidikan anak, tidak peka dalam
pengamatan ciri-ciri kemampuan anaknya”.
Seorang anak sangat memerlukan bimbingan kedua orang tuanya dalam
mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ada pada diri anak tersebut.
Dalam rangka menggali potensi dan mengembangkan bakat dalam diri anak maka
seorang anak memerlukan pendidikan sejak dini
Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan, “Orang tua perlu menciptakan
lingkungan rumah atau keluarga yang serasi, selaras, dan seimbang dengan
kehadiran anak-anak berbakat. Disamping itu perlu menyiapkan sarana lingkungan
fisik yang memungkinkan anak mengembangkan bakatnya. Perlu sikap demokrasi juga
dalam memberikan banyak larangan, dirangsang untuk menjadi mandiri dan percaya
diri.” (Semiawan, 1990 : 31-55).
Peranan ibu bapa dalam usaha membentuk keluarga sakinah adalah amat
penting. Ibu bapa perlu menjadi ‘role-model’ kepada anak-anak. Mereka harus
sentiasa menunjukkan teladan yang baik untuk dicontohi oleh anak-anak. Ibu bapa perlu melengkapkan
diri mereka dengan pengetahuan keibubapaan bagi memahami tanggungjawab besar
yang terletak di atas bahu mereka dalam memastikan kebahagiaan keluarga mereka.
2. Bahan dan sumber belajar keluarga yang kedua yaitu
dari sekolah
Dalam kurikulum Standar Nasional PKn untuk Pendidikan Dasar
dan Menengah disebutkan bahwa visi PKn adalah mewujudkan proses pendidikan yang
terarah pada pengembangan kemampuan individu sehingga menjadi warga negara yang
cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab yang pada gilirannya mampu
mendukung berkembangnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur.
Menurut
Jarolimek (1990: 53-57) dalam buku Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam
Perspektif Perubahan, pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan
budi pekerti. Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah
yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati
nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya
melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan
ranah afektif(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir
rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data,
mengemukakan pendapat, dan kerja sama). Seseorang dapat dikatakan berkarakter
atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki
masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Ada 18
nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa
yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat
pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam
proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas
adalah:
a)
Religius, Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b)
Jujur, Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
c)
Toleransi, Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
d)
Disipli, Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e)
Kerja Keras, Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
f)
Kreatif, Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g)
Mandiri, Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h)
Demokratis, Cara berfikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i)
Rasa Ingin Tahu, Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j)
Semangat Kebangsaan, Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
k)
Cinta Tanah Air, Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
l)
Menghargai Prestasi, Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
m)
Bersahabat / Komunikatif, Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
n)
Cinta Damai, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
o)
Gemar Membaca, Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p)
Peduli Lingkungan, Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q)
Peduli Sosial, Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r)
Tanggung Jawab, Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Pendidikan karakter memiliki
peranan yang sangat penting karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan
yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan
akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
3. Bahan dan sumber belajar keluarga yang ketiga yaitu
dari agama
Didikan agama dan moral yang
sempurna dalam kalangan generasi muda juga dapat menyumbang ke arah pembentukan
sebuah keluarga yang bahagia. Hal ini disebabkan, pegangan agama serta nilai
moral yang kuat dapat membentuk nilai sosial yang tinggi di
kalangan generasi muda. Kualiti ini akan melahirkan ibu dan bapa yang
bertanggung jawab serta
dapat memikul tugas membangunkan rumah tangga dengan efektif. Golongan yang
berpendidikan agama ini akan mampu mewujudkan persepahaman dan perasaan tolak ansur sesama suami isteri.
Kesabaran kerana iman yang tebal juga akan mengelakkan keluarga daripada
bercerai-berai disebabkan alasan yang kadangkala tidak munasabah. Sebagai ibu dan bapa, kita
perlu memberi didikan agama yang kukuh serta menerapkan nilai-nilai akhlak dan
moral dalam kalangan anak-anak. Anak-anak yang sopan akan menghormati orang tua
mereka serta saling bekerjasama sesama adik beradik.
Dalam
upaya membentuk keluarga bahagia, sehat dan sejahtera, peranan agama menjadi
sangat penting. Islam sebagai agama yang kita yakini adalah agama yang
sempurna, ajarannya mengatur dan menyentuh segala aspek kehidupan manusia, baik
dalam kaitan hubungan manusia kepada Allah sang pencipta, hubungan manusia
kepada sesama manusia maupun hubungan manusia kepada alam lingkungannya,
termasuk dalam hal kehidupan berkeluarga ajaran Islam memberikan tuntunan
bagaimana seharusnya menjalankan kehidupan dalam keluarga sehingga keluarga
yang dibina menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Untuk itu Islam
mengajarkan kepada masing-masing anggota keluarga memiliki hak dan tanggung
jawab.
Suami
sebagai kepala keluarga memiliki hak dan tanggung jawab, Isteri sebagai
pendamping suami juga memiliki hak dan tanggung jawab, demikian pula anak-anak
dan anggota keluarga lainnya memiliki hak dan tanggung jawab, apabila
masing-masing anggota keluarga dapat menjalankan tanggung jawabnya maka dapat
diyakini kehidupan keluarga tersebut akan sampai kepada pelabuhan Sakinah,
Mawaddah dan Rahmah yang sasarannya tidak lain adalah memperoleh kebahagiaan.
Berbicara
masalah pembinaan keluarga tentu semua kita selalu mendambakan rumah tangga
yang bahagia, rumah tangga yang didalamnya terasa ketenangan dan kedamaian.
Bila rumah tangga yang seperti ini yang kita dambakan, adakah yang bisa kita
jadikan acuan sebagai teladan dalam mengharungi kehidupan berkeluarga?
Tentu dalam
hal ini Rasulullah adalah sosok yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam
membina keluarga yang sendi-sendinya adalah didasari dengan pengamalan ajaran
agama. Suatu hal yang sangat menarik dari ungkapan Rasul dalam kehidupan rumah
tangganya adalah “Rumahku adalah
Surga untukku “. Kenapa Rasul sanggup menyatakan demikian?
Jawabannya tidak lain adalah bahwa Rasul mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan
di dalamnya. Pertanyaannya selanjutnya, Kenapa Rasul memperoleh ketenangan dan
kebahagian di dalamnya? Jawabannya adalah karena di dalam kehidupan keluarga
Nabi Muhammad terdapat faktor-faktor untuk itu. Sekurang-kurangnya ada tiga
faktor yang harus ada dalam membina kehidupan keluarga:
Pertama: Ada cinta dan kasih sayang, Dalam
kehidupan berkeluarga, disana harus ada cinta dan kasih sayang yang tulus.
Seorang suami harus mencintai Isteri dan anak-anaknya, demikian juga Isteri
harus mencintai suami dan anak-anaknya, anak-anak juga harus mencintai ayah dan
ibunya. Apabila masing-masing anggota keluarga saling mencintai maka kedamaian
akan selalu terasa dalam keluarga tersebut, sehingga yang akan terjadi adalah,
suami selalu rindu kepada Isteri dan anak-anaknya manakala beberapa jam tidak
bertemu, demikian pula sebaliknya Isteri juga selalu rindu dengan suami dan
anak-anaknya bila beberapa saat tidak bertemu, dan seterusnya anak-anak juga
demikian, selalu merasa rindu bila tidak bertemu dengan orang tuanya. Bila hal
ini sudah tercipta maka dapat disimpulkan bahwa rumah mereka adalah sebagai
muara kasih sayang, tempat pertemuan dan tempat berkumpul keluarga dan tidak
akan pernah jenuh pada saat berada di rumah, karena di dalamnya pasti ada canda
dan tawa yang selalu menghiasi kehidupan keluarga tersebut, semua itu tentu
didasari dengan cinta dan kasih sayang yang terjalin antara sesama keluarga.
Penomena
yang banyak terjadi dewasa ini adalah banyak anggota keluarga yang tidak betah
tinggal di rumah, yang masing-masing anggota keluarga mencari pola kehidupan
sendiri-sendiri dan mencari kesenangan di luar rumah, hal tersebut terjadi
dengan berbagai faktor diantaranya mungkin disana tidak didapatkan kasih
sayang. Bila sudah demikian jadilah rumah tangga tersebut kandas diperjalanan
sebelum sampai ke tempat tujuan yang dicapai. Untuk itu Islam mengajarkan agar
di rumah tersebut terjalin cinta dan kasih sayang, dan hal seperti itulah yang
terjadi dalam lingkungan keluarga Rasulullah, dimana Rasul memberikan cinta dan
kasih sayang kepada Isteri dan anak-anaknya bahkan kepada cucunya tercinta
Hasan dan Husain. Demikian pula sebaliknya mereka juga sangat mencintai Nabi
Muhammad saw.
Kedua : Pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama, Masing-masing
anggota keluarga tidak boleh melupakan tentang kewajibannya menjalankan ajaran
agama yang diyakini, dalam hal ini adalah ajaran Islam, sebab orang-orang yang
selalu melaksanakan amal ibadah kepada Allah, Insya Allah akan mendapat ketenangan batin dan mendapat
kemudahan dalam mengatasi problem-problem kehidupan.
Orang yang
rajin melakukan ibadah akan terbuka pintu hatinya untuk memahami makna hidup
yang sesungguhnya, sehingga dia sadar bahwa hidup ini adalah ujian, sehingga
andai dia tergolong orang yang sukses dan bergelimang dengan harta kekayaan, dia
sadar bahwa dia sedang diuji Allah dengan kekayaan tersebut. Andai dia
tergolong orang yang susah dan miskin, dia juga sadar bahwa dia sedang diuji
Allah dengan kesusahan tersebut. Hanya sebagai seorang Muslim bagaimana kita
menyikapi ujian tersebut, atau dengan kata lain andai kita diuji Allah dengan
berbagai kekayaan dan fasilitas hidup yang cukup, mampukah kita bersyukur
seperti syukurnya nabi Sulaiman. Namun di sisi lain andai kita diuji oleh Allah
dengan berbagai kesusahan mampukah kita menyikapinya dengan bersabar seperti
sabarnya nabi Ayyub. Bila sikap hidup seperti ini sudah dimiliki oleh
masing-masing anggota keluarga dalam kehidupan rumah tangga maka dapat diyakini
anggota keluarga tersebut akan memperoleh ketenangan, sebab itulah peranan
agama sangat menentukan dalam pembentukan keluarga.
Ketiga: Saling menghargai, Anggota keluarga
terdiri dari Suami, Isteri dan anak-anak, dalam kehidupan berkeluarga
masing-masing memiliki tanggung jawab. Dalam menjalankan tanggung jawab
tersebut tentu kita sebagai manusia memiliki kekurangan, terhadap kekurangan
tersebut hendaknya masing-masing anggota keluarga dapat memakluminya dan
hendaknya saling menutupi, kelemahan suami hendaknya dimaklumi sang Isteri dan
dia berusaha untuk menutupinya, jerih payah yang sudah dilakukan oleh suami
untuk kepentingan keluarga hendaknya selalu dihargai Isteri, demikian pula
sebaliknya kelemahan sang Isteri hendaknya dimaklumi oleh suami dan dia juga
berusaha untuk menutupinya, jerih payah yang dilakukan oleh si Isteri juga dihargai
oleh suami, demikianlah seterusnya, sebab manusia tidak ada yang sempurna.
Apabila sikap saling menghargai dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga maka
disana akan ada kedamaian, disana akan ada kebahagian dan disana akan ada
ketenangan.
Di atas telah
dikemukakan bahwa anggota rumah tangga adalah terdiri dari Suami/Ayah, Isteri/
Ibu dan anak-anak. Anak-anak adalah cikal bakal penerus generasi yang akan
meneruskan tongkat estafet kepemimpinan agama, bangsa dan Negara. Perkembangan
kepribadian mereka sangat erat kaitannya dengan pola pendidikan agama yang
ditanamkan sejak dini oleh kedua orang tuanya. Oleh sebab itu perhatian kita
terhadap pendidikan anak-anak terutama pendidikan agama tidak boleh diabaikan.
Rasul menyatakan dalam sabdanya. Artinya
: “ setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang
menjadikan dia menjadi Majusi, menjadi Nasrani dan menjadi Yahudi “.
Orang tua
berkewajiban memberikan pendidikan agama kepada anaknya sejak dini agar kelak
anak yang dilahirkan menjadi anak-anak yang shaleh dan shalehah, menjadi cahaya
mata-belahan jiwa. Dalam melaksanakan tanggung jawab kita untuk memberikan
pendidikan agama kepada anak-anak, agaknya pola pendidikan yang diterapkan
Luqman dapat dijadikan sebagai acuan.
Pendidikan
dasar agama yang harus diterapkan setiap orang tua kepada anak-anaknya dapat
mengacu kepada seorang tokoh pendidikan yang namanya diabadikan Allah dalam
Al-Qur’an, beliau adalah Luqman Al-Hakim. Siapa sebenarnya Lukman Al-Hakim?.
Banyak riwayat yang mengemukakan tentang pribadi Luqman, diantaranya adalah
yang dikemukakan oleh Ibnu Ishak, bahwa dia adalah Luqman Bin Ba’ura bin Nahur
bin Tariha, yang hidup dimasa Nabi Ibrahim as, tapi ada yang mengatakan dia
hidup dimasa Nabi Ayyub as. Luqman Al-Hakim bukan seorang Nabi dan Rasul tapi
dia adalah seorang ahli hikmah yang kata-katanya penuh dengan hikmah dan
nasihat terutama nasihat-nasihat yang selalu disampaikan kepada anak-anaknya.
Sebagian nasihat Luqman tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan sebagian terdapat
di dalam riwayat-riwayat yang ada. Pola pendidikan yang ditanamkan Luqman
kepada anaknya mencakup empat pundamen dasar, yaitu :
Pertama: Menanamkan
akidah / Keimanan yang kokoh kepada anaknya, agar tidak berbuat syirik kepada
Allah, hal ini tergambar melalui nasihat Luqman yang difirmankan Allah dalam
Al-Qur’an surat Luqman ayat 13: Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar ".Iman
adalah merupakan pundamen dasar dalam kehidupan beragama seseorang, bila imannya
kepada Allah sudah kokoh maka dapat diyakini agama seseorang akan baik bahkan
keimanannya tersebut yang akan memberikan dorongan kepadanya untuk selalu
menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepada perintah Allah swt.
Kedua : Menanamkan
kesadaran bahwa perbuatannya senantiasa diketahui oleh Allah. Hal ini tergambar
melalui firman Allah pada surat Luqman ayat 16 : Artinya : (Luqman berkata):
" Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui “. Kesadaran seperti ini perlu dalam kehidupan seseorang
sebab dengan kesadaran tersebut seseorang akan selalu merasakan bahwa Allah
selalu dekat dengannya, dengan demikian kehidupannya akan selalu menunjukkan
sikap berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena dia selalu merasa diawasi
oleh Allah swt.
Ketiga :
Menanamkan kepada anaknya agar selalu melakukan ibadah dan melaksanakan Amar
Makruf dan Nahi Mungkar. Nasihat Luqman ini juga tercantum pada surat Luqman
ayat 17: Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) ( Q. S. Luqman
: 17 ). Melakukan ibadah adalah merupakan ciri dari seseorang yang
menunjukkan sikap patuhnya terhadap ajaran agama yang dia yakini, dalam hal ini
adalah ajaran agama Islam. Begitu juga dalam melaksanakan amar makruf dan nahi
mungkar adalah merupakan usaha dalam perjuangan menagakkan agama Allah,
sebaliknya dalam melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar tentu akan
banyak mengalami rintangan dan dalam menghadapi rintangan tersebut
dituntut agar kita bersabar.
Ke-empat: Menanamkan
Akhlak yang mulia, Akhlak yang mulia adalah merupakan hiasan hidup bagi
manusia, dia akan hidup terpuji apabila memiliki akhlak yang mulia. Setinggi
apaun jabatan seseorang, sebanyak apapun kekayaannya dan setinggi apapun ilmu
pengetahuannya bila tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia dia tidak akan
mendapat kemuliaan yang sesungguhnya. Nasihat Luqman yang berkaitan dengan
akhlak ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Luqman ayat 18 – 19: Artinya
: “ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai “. Empat pundamen sebagai pola
pendidikan dasar yang ditanamkan Luqman Al-Hakim kepada anaknya adalah
merupakan hal yang sangat mendasar dan akan membawa pengaruh dalam perilaku
hidup bagi seorang anak terhadap perkembangan kehidupannya dimasa yang akan
datang.
Nasihat
Luqman terhadap anaknya seperti yang telah dikemukakan di atas adalah merupakan
nasihat-nasihat Luqman yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, sementara
nasihatnya yang lain banyak ditemukan dalam berbagai kitab, diantaranya
nasihat-nasihat Luqman yang termuat dalam kitab “ Luqman Al-Hakim dan hikmat-hikmatnya “. Diantara nasihat yang
sangat menarik dalam kitab tersebut antara lain adalah: Artinya : “
Hai anakku, sesungguhnya dunia ini tidak obahnya seperti lautan dalam yang
banyak orang tenggelam di sana, maka gunakanlah iman sebagai bahtera untuk
mengharunginya, berisikan takwa dan berlayarkan tawakkal. Semoga kamu selamat,
tapi aku sendiri sangsi ( pesimis ) akan keselamatanmu ”.
Kata-kata
Luqman yang berisikan mutiara hikmah dan nasihat tersebut sungguh sangat
mendasar sekali sebagai bekal dalam kehidupan, yaitu hidup di dunia diibaratkan
seperti orang yang sedang mengharungi lautan yang sangat dalam, yang tidak
pernah luput dari terpaan ombak dan badai, tentunya perlu perahu yang kokoh dan
sanggup menahan hantaman ombak dan badai, punya muatan dan bekal yang cukup
agar sampai keseberang dan harus punya layar terkembang yang akan memudahkan
untuk mengarahkan perahu agar bisa selamat ke tempat tujuan.
Bila hidup
ini diibaratkan seperti mengharungi lautan yang sangat dalam maka seseoramg
yang hidup di dunia ini tentu memerlukan perahu yang akan menyelamatkannya, dan
perahu yang dimaksud adalah iman. Sebab seseorang yang sudah beriman kepada
Allah, jalan kehidupan yang ditempuhnya akan selalu menuju kepada nilai-nilai
kebaikan karena imannya yang selalu mendorongnya untuk melakukan kebaikan.
Setelah memiliki iman sebagai perahu maka perahu itupun harus diisi dengan
muatan sebagai bekal, dan bekal tersebut adalah perilaku takwa dan setelah itu
harus memiliki layar yang mampu mengarahkan perahu tersebut mencapai tempat
tujuan dan layar tersebut adalah tawakkal kepada Allah swt.
Pola
pendidikan yang telah dicontohkan oleh Luqman seperti yang telah diuraikan di
atas kiranya dapat menjadi pedoman bagi ummat Islam dalam memberikan pendidikan
kepada anak-anaknya terutama dalam pendidikan agama, sehingga anak-anak yang
merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada orang tuanya dapat menjalani
kehidupan dengan dasar pengenalan agama yang dilandasi dengan iman dan takwa
kepada Allah serta dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dengan demikian anak
tersebut benar-benar menjadi cahaya mata dan belahan jiwa serta menjadi
anak-anak yang dapat dibanggakan orang tuanya bahkan berguna bagi agama, bangsa
dan negara. Anak-anak yang seperti ini juga dapat menjadi faktor mendapatkan
kebahagian dalam kehidupan berumah tangga.
Didalam
ajaran hindupun diajarkan Setiap anggota keluarga, terutama
orang tua dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan Dharma
atau agama, sehingga dengan demikian setiap anggota keluarga memiliki sifat dan
budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia, yang sangat diperlukan baik
dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam bermasyarakat. Untuk itu, orang tua
sangat perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi setiap anggota
keluarga dan khususnya bagi anak-anak, karena hal itu sangat berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadian
mereka. Oleh sebab itu pendidikan agama perlu ditanamkan sedini mungkin
terhadap anak-anak. Dalam hal ini orang tua berkewajiban memberikan bimbingan
dan contoh-contoh kongkrit, sebagai suri teladan dalam pelaksanaan dan
pengamalan ajaran agama, sehingga mereka (anak-anak) benar-benar dapat
diharapkan menjadi orang yang beragama, dapat hidup tentram dan bahagia yang
dilandasi dengan sraddha dan bhakti (keimanan dan ketaqwaan) kepada Hyang
Widhi/Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi
orang tua (suami dan istri), agama merupakan benteng yang amat kokoh terhadap
berbagai ancaman, yang dapat merapuhkan dan meruntuhkan kehidupan keluarga.
Bagi mereka, agama berperan sebagai sumber pendorong dan tempat untuk
memecahkan masalah. Oleh karena itu, bagi suami istri agar betul-betul
berpegang kepada ajaran agama dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti
mampu dan mau melaksanakan ajaran agama tersebut, baik dalam kehidupan
berkeluarga maupun dalam bermasyarakat, baik dalam keadaan suka maupun dalam
keadaan duka Upaya ke arah itu sangat perlu diwujudkan untuk kelangsungan
keutuhan dan kekekalan keluarga serta dijauhkan dari segala bentuk pertentangan
dan perceraian.
4. Bahan dan Sumber belajar keluarga yang keempat yaitu
dari pengalaman
Salah
satu metode pembelajaran yang efektif untuk pembelajaran dalam keluarga adalah
metode belajar pengalaman (experiential learning). Menurut Lunandi
(1993) metode pembelajaran dengan eksperiensial (dengan jalan mengalami), juga
dikenal sebagai “pendekatan laboratories” memiliki manfaat sangat besar dalam
pendidikan orang dewasa yang bertujuan meningkatkan ketrampilan dalam hubungan
antar manusia, perubahan perilaku, dan kerja sama dalam organisasi. Belajar
dari pengalaman buatan ini dianggap efektif apabila anak-anak menjalani
proses menurut lingkaran yang disebut The Experiential Learning Cycle.
Proses belajar yang didasarkan atas pengalaman terjadi menurut suatu pola yang
bermula dari sebuah pengalaman, lalu berlanjut pada perenungan dan analisa
mengenai makna pengalaman itu dan mengenai kelanjutannya. Dalam experiential
learning, pengalaman diciptakan dalam suatu situasi belajar. Melalui
pengalaman ini akan memberi orang pelajaran dan bahwa belajar dari pengalaman
atau arti suatu pengalaman bergantung dari pengolahan oleh orang yang mengalami
itu sendiri. Melalui proses pembelajaran yang difasiltasi oleh fasilitator
pembelajaran yang profesional , orang itu akan menemukan sendiri pelajaran yang
dapat ditarik dari pengalamannya .
Afiatin
(2001) menyatakan bahwa model belajar pengalaman (experiential learning)
memungkinkan individu memperoleh informasi yang melibatkan asosiasi berbagai
indra, mengandung konteks emosional, asosiasi yang intens serta menggunakan
modalitas belajar yang kaya, yaitu secara visual, auditorial, dan kinestetik. Belajar pengalaman dalam keluarga dapat
diterapkan bagi semua anggota keluarga melalui kehidupan sehari-hari. Misalnya
untuk memberikan kemampuan berdisiplin dan bertanggung jawab, anggota keluarga
dapat memilih sendiri pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Dalam pelaksanaan tugas tersebut anggota keluarga memonitor sendiri
pelaksanaannya serta mendapatkan umpan balik dari anggota keluarga yang lain.
Misalnya, kakak memilih untuk tugas menyiram pot bunga maka ibu, bapak, dan
adik dapat memberikan umpan balik atas kinerja kakak. Demikian juga untuk
penanaman kebiasaan baik, misalnya: kejujuran, kerja keras, suka menolong,
dilakukan melalui keteladan nyata dan umpan balik bersama seluruh anggota
keluarga.
5. Bahan dan sumber belajar keluarga selanjutnya yaitu
dari buku dan teknologi informasi (internet)
Adanya
perkembangan industri yang cepat, pada akhirnya dapat diproduksi peralatan dan
bahan yang jumlahnya besar. Dengan diketemukannya alat cetak, maka lahirlah
sumber belajar baru yang berbentuk cetak lainnya yang belum pernah ada
sebelumnya. Buku merupakan sumber belajar yang mudah untuk kita peroleh karena
sudah muncul berbagai buki yang membahas mengenai keluarga.
Internet
juga merupakan sumber belajar yang cepat di zaman modern sekarang ini, Dengan
adanya internet ini dunia menjadi terasa tanpa batas ruang dan waktu. Dengan
adanya internet ini segala bentuk informasi menjadi semakin terbuka. Apa
yang baru saja terjadi di berbagai belahan dunia dapat diketahui dengan cepat
di belahan dunia yang lain. Sejalan dengan perkembangan internet, telah banyak
aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, seperti
e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learning dan lainnya. Melalui internet
kita bisa belajar dengan membuka berbagai artikel yang telah menyediakan
berbagai informasi pembelajaran yang kita inginkan dalam hal ini yaitu
pembelajaran keluarga, agar tercipta keluarga yang behagia dan harmonis.
6.
Bahan
dan sumber belajar yang terakhir yaitu dari lingkungan masyarakat
Lingkungan
Sebagai Sumber Belajar Memanfaatkan lingkungan sekitar kita dengan membawa anak
khususnya anak usia dini untuk mengamati lingkungan akan menambah keseimbangan
dalam kegiatan belajar. Artinya belajar tidak hanya terjadi di ruangan kelas
dan dalam rumah, namun juga di luar ruangan kelas atau luar rumah. Dalam hal
ini lingkungan sebagai sumber belajar, sangat berpengaruh terhadap perkembangan
fisik, keterampilan sosial, dan budaya, perkembangan emosional serta
intelektual anak. Perkembangan Fisik Lingkungan sangat berperan dalam merangsang
pertumbuhan fisik anak, untuk mengembangkan otot-ototnya. Anak memiliki
kesempatan yang alami untuk berlari-lari, melompat, berkejar-kejaran dengan
temannya dan menggerakkan tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas.
Kegiatan ini sangat alami dan sangat bermanfaat dalam mengembangkan aspek fisik
anak. Dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajarnya, anak menjadi
tahu bagaimana tubuh mereka bekerja dan merasakan bagaimana rasanya pada saat
mereka memanjat pohon tertentu, berayun-ayun, merangkak melalui sebuah
terowongan atau berguling di dedaunan. Perkembangan aspek keterampilan sosial.
Lingkungan
secara alami mendorong anak untuk berinteraksi dengan anak-anak yang lain
bahkan dengan orang-orang dewasa. Pada saat anak mengamati objek-objek tertentu
yang ada di lingkungan pasti dia ingin menceritakan hasil penemuannya dengan
yang lain. Supaya penemuannya diketahui oleh teman-temannya, anak tersebut
mencoba mendekati anak yang lain sehinga terjadilah proses interaksi/hubungan
yang harmonis. Anak-anak dapat membangun keterampilan sosialnya ketika mereka
membuat perjanjian dengan teman-temannya untuk bergantian dalam menggunakan
alat-alat tertentu pada saat mereka memainkan objek-objek yang ada di
lingkungan tertentu. Melalui kegiatan seperti ini anak berteman dan saling
menikmati suasana yang santai dan menyenangkan. Perkembangan aspek emosi
Lingkungan pada umumnya memberikan tantangan untuk dilalui oleh anak. Pemanfaatannya
akan memungkinkannya untuk mengembangkan rasa percaya diri yang positif.
Misalnya bila anak diajak ke sebuah taman yang terdapat beberapa pohon yang
memungkinkan untuk mereka panjat. Dengan memanjat pohon tersebut, anak dapat
mengembangkan aspek keberaniannya sebagai bagian dari pengembangan aspek
emosinya. Perkembangan intelektual Anak belajar melalui interaksi langsung
dengan benda-benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan kepada orang tua
kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti warna, angka, bentuk
dan ukuran. Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan
konsep-konsep tertentu (warna, jumlah, bentuk, fungsi dll) secara alami. Konsep
warna yang diketahui dan dipahami anak di rumah, tentunya akan semakin nyata apabila
orang tua mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara nyata yang
ada pada lingkungan sekitar.
Pemanfaatan
lingkungan menjadikan aktivitas belajar anak yang lebih meningkat. Begitu
banyaknya nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber
belajar dalam pendidikan anak bahkan hampir semua tema kegiatan dapat
dipelajari dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan
jiwa inovatif dari para orang tua untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber belajar. Lingkungan merupakan sumber belajar yang kaya dan menarik untuk
anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap orang dewasa di dalam
masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidik merupkan suatu perbuatan
sosial yang mendasar untuk petumbuhan atau perkembangan anak menjadi
manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak. . Bahan dan sumber belajar
keluarga berasal dari berbagai sumber diantaranya sebagai berikuta:
1. Bahan
dan sumber belajar keluarga yang pertama yaitu berasal dari anggota keluarga
itu sendiri yaitu orang tua.
2.
Bahan dan sumber belajar keluarga yang kedua yaitu
dari sekolah
3.
Bahan dan sumber belajar keluarga yang ketiga yaitu
dari agama
4.
Bahan dan sumber belajar keluarga yang keempat yaitu
dari pengalaman
5.
Bahan dan sumber belajar keluarga yang kelima yaitu
dari buku dan teknologi internet
6.
Bahan dan sumber belajar keluarga yang keenam yaitu
dari lingkungan masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Abusana Tanjung .2016.http:
//infomediakita .blogspot .co.id/2010/04/ makalah-pengaruh-peran-orang-tua.html(diakses pada jumat 13/5/2016 jam 09.40)
Devi Kusuma .2016 .http : //
docplayer . info/389466 –Seri –bacaan –orang
-tua-tema-parenting-lingkungan-sekitar-sabagai-sumber-belajar-anak.html (diakses pada jumat 13/5/2016 jam 09.35)
Drs. H. Khairul Akmal
Rangkuti.2010.http://akmal-muballigh. blogspot.
Co .id /2010/12/peranan-agama-dalam-membentuk-keluarga.html (diakses pada jumat
13/5/2016 jam 09.30)
http://www.kompasiana.com/rangga93/peran-orang-tua-dalam-upaya-membantu-meningkatkan-mutu-pendidikan_55292bc6f17e61a7448b462a(diakses pada jumat 13/5/2016 jam 10.00)
Nastiti
Linda Fatmawati .2012. http:// nalfamigi .blogspot.
co.id/2012/10/ sumbangan-pkn-terhadap-pendidikan.html(diakses pada jumat 13/5/2016 jam 10.05)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar