SEJARAH INDONESIA
SETELAH KEMERDEKAAN
“Konfrontasi
Indonesia-Malaysia”
Disusun Oleh
Kelompok 2:
Muslianti
Anugrah
Irmayani
Ahmad Walid
Nuraimma
Irawati Ahmad
Nurasiah
Alif Hidayat
Fitrianita
Melinda Aulia
Rina Sri Mentari
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah swt. atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konfrontasi Indonesia-Malaysia” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu
mata kuliah Sejarah Indonesia Setelah Kemerdekaan.
Makalah ini merupakan hasil
telaah dari beberapa referensi yang berkaitan dengan Sejarah Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Tak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Sejarah Indonesia Setelah Kemerdekaan
atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada teman-teman
yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Kami harap, dengan membaca
makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah
wawasan kita mengenai apa Sejarah Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Makassar, mei 2016
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konfrontasi berarti kondisi bermusuhan antara dua negara atau lebih
karena tidak terakomodasinya perbedaan kepentingan di antara negara-negara
tersebut. sebagai tujuan, konfrontasi merupakan suatu sarana untuk mencapai
tujuan masing-masing negara. Konfrontasi tidak selalu berupa kontak senjata.
Kontak senjata dalam konfrontasi merupakan tahap lanjutan dari politik
konfrontasi yang ekstrim. Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang
lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah perang mengenai masa depan
pulau Kalimantan, antara Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966. Perang
ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan
Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Keinginan itu
ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai
"boneka" Britania.
Pada 1961, Kalimantan dibagi
menjadi empat administrasi. Kalimantan adalah, sebuah
provinsi di Indonesia. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Britania Borneo Utara, kemudian
dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari
koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba
menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia. Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan
Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa
Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan
menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan
Indonesia. Filipina juga membuat klaim
atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina
melalui Kesultanan Sulu. Peristiwa ini
mempunyai dampak besar bagi rakyat Indonesia, karena akibat peristiwa ini
banyak menelan korban jiwa baik dari Pejuang Indonesia maupun dari Malaysia.
Sehingga sebagai masyarakat Indonesia kita perlu mengetahui sejarah perjuangan
Rakyat Indonesia dalam hal ini yaitu peristiwa Konfrensi Indonesia-Malaysia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1.
Apa yang melatar belakangi terjadinya konfrontasi
Indonesia-Malaysia?
2.
Bagaimana dukungan rakyat Indonesia terhadap gerakan
“Ganyang Malaysia”?
3.
Bagaiman perjuangan Ir. Suekarno dan Rakyat Indonesia
melawan negara Malaysia?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk menambah wawasan kita mengenai latar belakang
peristiwa konfrontasi Indonesia-Malaysia.
2.
Untuk mengetahui bagaimana dukungan rakyat Indonesia
terhadap gerakan Ir. Suekorno yang dikenal dengan istilah “Ganyang Malaysia”
3.
Untuk mengetahui perjuangan Ir. Suekarno dan Rakyat
Indonesia dalam melawan Negara Malaysia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Balakang Peristiwa Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan
Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris, Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di
Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi
Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh
Pemerintahan Indonesia, Presiden Sukarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka
Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di
kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah
itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan
Sulu.
Di Brunei, Tentara
Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak
pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos
dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far
Eastern Command) mengklaim bahwa
seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan
berakhir.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi
Malaysia apabila mayoritas di daerah yang
hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB.
Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari
pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah
dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin
Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila
yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris. Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung
KBRI, merobek-robek foto Sukarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku
Abdul Rahman Perdana
Menteri Malaysia saat
itu dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Sukarno terhadap Malaysia pun
meledak. Namun hal ini dinafikan
oleh Tunku, malah beliau sendiri mempersoalkan tindakan segelintir penunjuk
perasaan yang memijak-mijak lambang tersebut. Namun sehingga kini tiada bukti
yang dapat mengukuhkan perbuatan tersebut, samada perkara tersebut benar-benar
dilakukan oleh Tunku atau ada segelintir pihak yang cuba mengapi-apikan keadaan
pada masa itu.
Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September 1963, berlaku
ketika para demonstran yang sedang memuncak marah terhadap Presiden Sukarno
yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia dan juga karena serangan pasukan
militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia. Ini mengikuti pengumuman Menteri Luar Negeri
Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia
mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Selain itu pencerobohan sukarelawan Indonesia
(sepertinya pasukan militer tidak resmi)
mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan
penyerangan dan sabotase pada 12 April berikutnya.
Sukarno yang murka karena hal itu
mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang
negara Indonesia dan ingin melakukan
balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang
Malaysia. Sukarno memproklamasikan gerakan Ganyang
Malaysia melalui pidato dia yang sangat
bersejarah, berikut ini:
“
|
Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu djuga biasa Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang adjar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, kita hadjar tjetjunguk Malayan itu! Pukul dan sikat djangan sampai tanah dan udara kita diindjak-indjak oleh Malaysian keparat itu Doakan aku, aku bakal berangkat ke medan djuang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang enggan diindjak-indjak harga dirinja Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tundjukkan bahwa kita masih memiliki gigi dan tulang jang kuat dan kita djuga masih memiliki martabat Yoo...ayoo... kita... Ganjang... Ganjang... Malaysia Ganjang... Malaysia Bulatkan tekad Semangat kita badja Peluru kita banjak Njawa kita banjak Bila perlu satu-satu! Sukarno |
B. Dukungan Terhadap Gerakan “Ganyang Malaysia”
Sejak demonstrasi
anti-Indonesia di Kuala Lumpur, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI,
merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan
Tunku Abdul Rahman Perdana Menteri Malaysia saat itu dan memaksanya untuk
menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.
Howard Jones, Duta
Besar AS saat itu, melaporkan kepada Washington bahwa ia bertemu Soekarno.
"Saat itu Soekarno marah besar.... Tidak ada lagi pertukaran salam. Tak
ada basa-basi…. Menjawab pertanyaan saya, apakah situasi sudah terkendali,
Soekarno meledak dan mengutuk tindakan Tunku. "Sejak kapan seorang kepala
negara pernah menginjak-injak lambang negara lain?" Soekarno juga
menyebutkan fotonya yang dirobek dan diinjak-injak. "Rakyat Indonesia
sudah murka! Ini Asia, tahun 1963. Saya juga amat beremosi! (telegram dari
Kedubes AS di Indonesia kepada Departemen Luar Negeri AS, 19 September 1963)
Howard Jones
menyatakan simpatinya, tetapi ia menekankan bahwa Indonesia tak bisa
mengandalkan bantuan AS jika Soekarno ingin melakukan balas dendam. Sementara
itu, TNI Angkatan Darat terpecah: Jenderal Ahmad Yani tidak bersedia
mengerahkan pasukan untuk menyerbu Malaysia karena tidak merasa tentara
Indonesia cukup siap menghadapi Malaysia yang dibelakangi Inggris. Namun,
Jenderal A.H. Nasution tidak setuju untuk mengganyang Malaysia karena ia
khawatir isu Malaysia akan ditunggangi PKI untuk memperkuat posisinya di
percaturan politik di Indonesia.
Saat itu PKI
merupakan pendukung terbesar gerakan mengganyang Malaysia, yang dianggap antek
neokolonialisme dan imperialisme. Namun, pertimbangan PKI bukan didasarkan
sekadar idealisme. PKI berusaha membangkitkan semangat nasionalisme Indonesia
dan menempatkan PKI sebagai gerakan nasionalis yang lebih nasionalis daripada
tentara untuk memperkuat posisinya dalam percaturan politik di Indonesia, yang
saat itu berpusat pada Soekarno, tentara, dan PKI.
Melihat dukungan
tentara yang setengah-setengah, Soekarno kecewa, padahal ia ingin sekali
mengganyang Malaysia. Sejak saat itulah, hubungan Soekarno dan PKI bertambah
kuat, apalagi setelah tentara sendiri mengalami kegagalan dalam operasi gerilya
di Malaysia. Penyebab kegagalan itu bukan karena tentara Indonesia tidak
berkualitas, tetapi para pemimpin TNI Angkatan Darat di Jakarta tidak tertarik
untuk mengeskalasi konfrontasi.
Kita harus
memerhatikan secara saksama jalur pemikiran para pemimpin Angkatan Darat saat
itu. Mereka menghadapi buah simalakama. Mereka tidak mau mengeskalasi konflik
karena tidak tak yakin akan bisa menang menghadapi Inggris. Di sisi lain, jika
mereka tak melakukan apa-apa, Soekarno akan mengamuk. Tak peduli keputusan apa
yang diambil, PKI akan tetap untung.
Akhirnya, para
pemimpin Angkatan Darat mengambil posisi unik. Mereka menyetujui perintah
Soekarno untuk mengirimkan tentara ke Kalimantan, tetapi tak akan benar-benar
serius dalam konfrontasi ini agar situasi tak bertambah buruh menjadi perang
terbuka Indonesia melawan Malaysia-Inggris (dan Australia-Selandia Baru). Tak
heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat,
mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya
disabotase dari belakang. (JAC Mackie, 1971, hal 214)
Kekhawatiran Soekarno terlihat dalam dokumen CIA yang baru
dideklasifikasikan beberapa tahun lalu, bertanggalkan 13 Januari 1965. Dokumen
itu menyebutkan, dalam sebuah percakapan santai dengan para pemimpin politik
sayap kanan, Soekarno menyatakan tak bisa menoleransi gerakan anti-PKI karena
ia butuh dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia. Ia menyatakan, namanya sudah
"jatuh" di dunia internasional dan Indonesia dianggap negara gila
karena keputusannya membawa Indonesia keluar dari PBB. Namun, Soekarno
menekankan, suatu waktu, "giliran PKI akan tiba" dan saat itu gerakan
menentang PKI sama dengan gerakan untuk menentang Soekarno. Soekarno berkata,
"Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu."
Soekarno mengakhiri percakapan itu dengan berkata, "Untukku, Malaysia itu
musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak
sekarang."
Dari sini terlihat, kedekatan Soekarno dengan PKI diakibatkan gagalnya
TNI Angkatan Darat memenuhi keinginan Soekarno mengganyang Malaysia. Soekarno
di sini terlihat bukan sebagai antek atau pendukung PKI, tetapi ia memang
berusaha menggunakan PKI untuk membantu kebijakannya dalam mengganyang
Malaysia. Kegagalan para pemimpin TNI Angkatan Darat juga membuat
tentara-tentara, seperti Brigadir Jenderal Suparjo kesal kepada para pimpinan
Angkatan Darat. Mereka akhirnya merasa perlu melakukan operasi untuk mengadili
para pemimpin TNI Angkatan Darat yang dianggap berkhianat kepada misi yang
dibebankan Soekarno. Untuk melakukan hal ini, mereka memutuskan untuk
berhubungan dengan orang-orang dari PKI karena dianggap memiliki misi yang
sama, yakni mengganyang Malaysia. Hal ini akhirnya menyebabkan peristiwa yang
sampai sekarang disebut sebagai G30S/PKI.
C. Perang Melawan Malaysia
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap
bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar
propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan
meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar
Melayu DiRaja berhadapan dengan
lima puluh gerilyawan Indonesia.
Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang,
mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di
kemudian hari. Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua
hari kemudian para kerusuhan membakar kedutaan Britania di Jakarta.
Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat
Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan
Indonesia di Kuala Lumpur.
Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi
peperangan perbatasan; pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba
menduduki Sarawak dan Sabah, tanpa hasil. Pada 1964 pasukan Indonesia
mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Agustus, enam belas
agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan
Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut
DiRaja Malaysia mengerahkan
pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja
yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit
komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke
Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia
adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu Special Air Service(SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan khusus Indonesia
(Kopassus) tewas dan 200 pasukan khusus Inggris/Australia (SAS)
juga tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi
2006).
Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba
membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung
didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di
perbatasan Johor-Malaka dan ditangkap oleh pasukan Resimen Askar
Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan bakinya ditangkap oleh Pasukan Gerak Umum Kepolisian
Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.
Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak
tetap. Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru
(Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif. Sebagai
tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New
Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta
pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48
negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500
wartawan asing. Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan
setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan
3 Resimen Kerajaan
Australia dan Resimen Australian
Special Air Service. Ada sekitar empat
belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara
resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalu
perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia
(lihat Operasi
Claret). Australia mengakui penerobosan
ini pada 1996. Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan
pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur
Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar
Melayu Di Raja dan Kepolisian North
Borneo Armed Constabulary.
Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan
kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Sampurna.
Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Pasukan
Indonesia mundur dan tidak penah menginjakkan kaki lagi di bumi Malaysia.
Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga
Malaysia.
Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang
kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik
domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia
menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.
Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok,
Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik.
Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11
Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Inggris
mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk
membentuk Federasi Malaysia. Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia,
Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan
konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini,
sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
2.
Jenderal
Ahmad Yani tidak bersedia mengerahkan pasukan untuk menyerbu Malaysia karena
tidak merasa tentara Indonesia cukup siap menghadapi Malaysia yang dibelakangi
Inggris. Namun, Jenderal A.H. Nasution tidak setuju untuk mengganyang Malaysia
karena ia khawatir isu Malaysia akan ditunggangi PKI untuk memperkuat posisinya
di percaturan politik di Indonesia. Melihat dukungan tentara yang
setengah-setengah, Soekarno kecewa, padahal ia ingin sekali mengganyang
Malaysia. Sejak saat itulah, hubungan Soekarno dan PKI bertambah kuat.
3.
Pada 12 April,
sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar
propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan
meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar
Melayu DiRaja berhadapan dengan
lima puluh gerilyawan Indonesia.
B. Saran
Dari
peristiwa ini kita dapat mengetahui bagaimana perjuangan bangsa indonesia dalam
mempertahankan wilayahnya dan bagaimana penghormatan mereka pada lenmbang
negara saat itu. Sehingga sebagai generasi bangsa seharusnya lebih menghargai
dan memahami lambang negara kita tercinta. Dan kita harus melestarikan budaya
kita agar tidak mudah diklaim oleh negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
http:// publicrelation- secret.
blogspot .co.id /2011/01/ konfrontasi -
indonesia-malaysia .html (diakses pada,
jumat, 29 April 2016, jam 11.20)
Wikipedia.2016.https://id.wikipedia.org/wiki/Konfrontasi_Indonesia-Malaysia (diakses pada,
jumat, 29 April 2016, jam 11.15)
Panjihermawan.2010.http://www.kaskus.co.id/thread/514347380a75b4e05f0000d/diskusi- konfrontasi - indonesia - malaysia
-1962--1966/
(diakses pada, jumat, 29 April 2016, jam
11.15)
konfrontasi dengan Malaysia menelan banyak korban
BalasHapus