Senin, 18 Desember 2017

TEORI BELAJAR

ANUGRAH

 
TEORI BELAJAR

A.    Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Berdasarkan hasil karya para ahli dan pemikir seperti John B. Watson, Ivan Pavlov, dan B.F. Skinner. Para psikolog behavioristik juga sering disebut “contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R psychologists”. Teori behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berfokus pada perilaku yang dapat diamati.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar.
Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionism (koneksionisme), classical conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan perilaku respons).
B.     Teori Belajar Kognitif
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan  oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif mengakui otak menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.
Proses kognitif adalah tindakan intelektual yang mengubah informasi dan gerakkan membentuk satu informasi yang lain termasuk perhatian, persepsi, latihan, encoding, dan retrievel. proses kognitif adalah sejalan dengan program yang memproses informasi-software-di komputer.
Metakognisi, komponen ketiga dari model pengolahan informasi, adalah kesadaran dan kontrol atas proses kognitif sendiri (E. Hiebert & Raphael, 1996).
Beberapa peneliti menggambarkan kombinasi dari komponen-komponen ini sebagai "arsitektur kognitif" (Sweller 1998). Sama seperti arsitek sebuah bangunan adalah struktur yang kegiatannya terjadi, informasi sistem pengolahan adalah kerangka di mana informasi diperoleh, dipindah, dan disimpan.

C.     Teori Belajar Humanistik
Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.
Psikologi humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, malainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.
Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri manusia, termasuk dalam kerangka belajar dan belajar. Mereka menekankan karakteristik yang dimiliki oleh makluk manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli, dan harga diri. Psikolog humanistik mempelajari bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh persepsi dan makna yang melekat pada pengalaman pribadi mereka.
Aliran ini menekankan pada pilihan kesadaran, respon terhadap kebutuhan internal, dan keadaan saat ini yang menjadi sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.
Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri  dan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu, prinsip-prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut.
1.      Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya.
2.      Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri.
3.      Pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri (selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak memberikan umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa.
4.      Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif.
5.      Pendidik humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan lingkunngan, sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah siswa merasa aman, belajar mereka menjadi lebih mudah dan lebih bermakna.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
A.    Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1.      Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. pertama Faktor kesehatan, Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, ngantuk jika badannya lemah, dan lain sebagainya. kedua Cacat tubuh, Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu, jika hal ini terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat Bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.
2.      Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Bebera­pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat dan percaya diri.
a)      Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari  tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.  Intelegensi sangat besar pengaruhnya terhadap belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai intelegensi rendah.
b)      Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa  yang dipertinggi, jiwa itu semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
c)      Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, akan diperhatikan terus menerus di sertai dengan rasa senang.  Apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. (Slameto, 2010)
d)     Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang mempunyai bakat musik mungkin di bidang lain ketinggalan, dan lain sebagainya.  Maka seorang murid akan mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus mempelajari bahan lain dari bakatnya, akan cepat bosan. ( Ahmadi, Abu, Widodo Supriyono, 2004)
e)      Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesannya.
f)       Kematangan adalah suatu tingkat dalam  pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap atau matang. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.
g)      Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi  respon atau bereaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
B.      Faktor-faktor eksogen/eksternal
1.      Keluarga
Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta family yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.
Disamping itu, faktor keadaan rumah juga turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Besar kecilnya rumah tempat tinggal, ada atau tidak perlalatan / media belajar seperti, papan tulis, gambar, peta, ada atau tidak ada kamar atau meja belajar, dan sebagainya, semuanya itu juga turut menentukan keberhasilan belajar seseorang.
2.      Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid perkelas, pelaksanaan tata-tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan tata-tertib (disiplin), maka murid-muridnya kurang mematuhi perintah para guru dan akibatnya mereka tidak mau belajar sungguh-sungguh di sekolah maupun di rumah.
Hal ini mengakibatkan prestasi belajar anak menjadi rendah. Demikian pula jika jumlah murid perkelas terlalu banyak (50-60 orang), dapat mengakibatkan kelas kurang tenang, hubungan guru dengan murid kurang akrab, control guru menjadi lemah, murid menjadi kurang acuh terhadap gurunya, sehingga motivasi belajar menjadi lemah.
3.      Masyarakah
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal dilingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangfat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar menjadi berkurang.
4.      Lingkungan Sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu-lintas, iklim dan sebagainya. Misalnya, bila bangunan penduduk sangat rapat, akan mengganggu belajar. Keadaan lalu-lintas yang membisingkan, suara hiruk-pikuk orang disekitar, suara pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu panas, semuanya ini akan mempengaruhi kegairahan belajar. Sebaliknya, tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk, ini akan menunjang proses belajar.
Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang didalamnya dihiasi dengan tanaman atau pepohonan yang dipelihara dengan baik. Abotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratium alam bagi anak didik. Sejumlah kurisi dan meja belajar tertau rapid an ditempatkan dibawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar mandiri diluar kelas dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan lingkunga membuat anak didik betah berlama-lama di dalamnya. Begitulah lingkungan sekolah yang dikehendaki. Bukan lingkungan sekolah yang gersang, pengap, tandus, dan panas yang berkepanjangan. Oleh karena itu, pembangunan sekolah sebaiknya berwawasan lingkungan, bukan memusuhi lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar