|
A. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar
behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori
behavioristik menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an.
Berdasarkan hasil karya para ahli dan pemikir seperti John B. Watson, Ivan
Pavlov, dan B.F. Skinner. Para psikolog behavioristik juga sering disebut
“contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R psychologists”. Teori
behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh
sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berfokus
pada perilaku yang dapat diamati.
Guru-guru yang menganut
pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan
reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan
bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar.
Terdapat tiga macam
teori behavioristik, yakni: connectionism (koneksionisme), classical conditioning
(pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan perilaku respons).
B. Teori Belajar Kognitif
Psikologi kognitif
adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk bagaimana orang
berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi kognitif sangat
luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah
menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi
kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser
tahun 1967 dalam sebuah bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi
kognitif mengakui otak menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah
sistem fisik murni yang bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum
alam dan kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal
atau fungsionalisme.
Proses kognitif adalah
tindakan intelektual yang mengubah informasi dan gerakkan membentuk satu
informasi yang lain termasuk perhatian, persepsi, latihan, encoding, dan
retrievel. proses kognitif adalah sejalan dengan program yang memproses
informasi-software-di komputer.
Metakognisi, komponen
ketiga dari model pengolahan informasi, adalah kesadaran dan kontrol atas
proses kognitif sendiri (E. Hiebert & Raphael, 1996).
Beberapa peneliti
menggambarkan kombinasi dari komponen-komponen ini sebagai "arsitektur
kognitif" (Sweller 1998). Sama seperti arsitek sebuah bangunan adalah
struktur yang kegiatannya terjadi, informasi sistem pengolahan adalah kerangka
di mana informasi diperoleh, dipindah, dan disimpan.
C. Teori Belajar Humanistik
Aliran psikologi
humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik
menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik
utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan
pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog
yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi
humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan
meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.
Psikologi humanistik
adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara
utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui
penglihatan pengamat, malainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu
mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.
Studi psikologi
humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri manusia,
termasuk dalam kerangka belajar dan belajar. Mereka menekankan karakteristik
yang dimiliki oleh makluk manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli,
dan harga diri. Psikolog humanistik mempelajari bagaimana orang-orang
dipengaruhi oleh persepsi dan makna yang melekat pada pengalaman pribadi
mereka.
Aliran ini menekankan
pada pilihan kesadaran, respon terhadap kebutuhan internal, dan keadaan saat
ini yang menjadi sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
Pendekatan pengajaran
humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk
menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang
digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri,
percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka mampu
menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya. Untuk
menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas
yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.
Tujuan dasar pendidikan
humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan independen, mengambil tanggung jawab
untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan
menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu,
prinsip-prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut.
1.
Siswa harus
dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa
siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan
kebutuhan dan keinginannya.
2.
Tujuan
pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka
tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk
belajar sendiri.
3.
Pendidik
humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri
(selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk
mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik
humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk
menghafal dan tidak memberikan umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru
dan siswa.
4.
Pendidik
humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat penting
dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif.
5.
Pendidik
humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan lingkunngan,
sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah siswa merasa aman,
belajar mereka menjadi lebih mudah dan lebih bermakna.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Belajar
A. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar
individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1.
Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi
dua macam. pertama Faktor kesehatan, Proses belajar seseorang akan terganggu
jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang
bersemangat, ngantuk jika badannya lemah, dan lain sebagainya. kedua Cacat
tubuh, Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh/badan. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu, jika
hal ini terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau
diusahakan alat Bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh
kecacatannya itu.
2.
Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat,
sikap, bakat dan percaya diri.
a)
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi
dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
mengetahui/menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif, mengetahui relasi
dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi
sangat besar pengaruhnya terhadap belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang
mempunyai intelegensi rendah.
b)
Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu semata-mata
tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat
menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap
bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa,
maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
c)
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati
seseorang, akan diperhatikan terus menerus di sertai dengan rasa senang. Apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak
sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya,
karena tidak ada daya tarik baginya. (Slameto, 2010)
d)
Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak
lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang
mempunyai bakat musik mungkin di bidang lain ketinggalan, dan lain
sebagainya. Maka seorang murid akan
mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus
mempelajari bahan lain dari bakatnya, akan cepat bosan. ( Ahmadi, Abu, Widodo
Supriyono, 2004)
e)
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi
menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin besar motivasinya
akan semakin besar kesuksesannya.
f)
Kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat
tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Belajar akan lebih
berhasil jika anak sudah siap atau matang. Jadi kemajuan baru untuk memiliki
kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.
g)
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini perlu
diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah
ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
B.
Faktor-faktor
eksogen/eksternal
1.
Keluarga
Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta family
yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar
kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua,
rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua
dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut
mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.
Disamping itu, faktor keadaan rumah juga turut
mempengaruhi keberhasilan belajar. Besar kecilnya rumah tempat tinggal, ada
atau tidak perlalatan / media belajar seperti, papan tulis, gambar, peta, ada
atau tidak ada kamar atau meja belajar, dan sebagainya, semuanya itu juga turut
menentukan keberhasilan belajar seseorang.
2.
Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi
tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum
dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan
ruangan, jumlah murid perkelas, pelaksanaan tata-tertib sekolah, dan
sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Bila suatu
sekolah kurang memperhatikan tata-tertib (disiplin), maka murid-muridnya kurang
mematuhi perintah para guru dan akibatnya mereka tidak mau belajar
sungguh-sungguh di sekolah maupun di rumah.
Hal ini mengakibatkan prestasi belajar anak menjadi
rendah. Demikian pula jika jumlah murid perkelas terlalu banyak (50-60 orang),
dapat mengakibatkan kelas kurang tenang, hubungan guru dengan murid kurang
akrab, control guru menjadi lemah, murid menjadi kurang acuh terhadap gurunya,
sehingga motivasi belajar menjadi lemah.
3.
Masyarakah
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar.
Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang
yang berpendidikan terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan
moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi
sebaliknya, apabila tinggal dilingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak
bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangfat belajar atau
dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar menjadi berkurang.
4.
Lingkungan Sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting
mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana
sekitar, keadaan lalu-lintas, iklim dan sebagainya. Misalnya, bila bangunan
penduduk sangat rapat, akan mengganggu belajar. Keadaan lalu-lintas yang
membisingkan, suara hiruk-pikuk orang disekitar, suara pabrik, polusi udara,
iklim yang terlalu panas, semuanya ini akan mempengaruhi kegairahan belajar.
Sebaliknya, tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk, ini akan menunjang proses
belajar.
Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah
yang didalamnya dihiasi dengan tanaman atau pepohonan yang dipelihara dengan
baik. Abotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratium alam
bagi anak didik. Sejumlah kurisi dan meja belajar tertau rapid an ditempatkan
dibawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar mandiri diluar kelas
dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan lingkunga membuat anak didik
betah berlama-lama di dalamnya. Begitulah lingkungan sekolah yang dikehendaki.
Bukan lingkungan sekolah yang gersang, pengap, tandus, dan panas yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, pembangunan sekolah sebaiknya berwawasan
lingkungan, bukan memusuhi lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar